oleh Abu Nida
Kami sempat terkesima mendengar kata-kata ustadz Armen Halim Naro, Lc rahimahullah saat memotivasi tentang istigfar, beliau berkata,
“ Istigfar kita yang naik ke langit mencegah turunnya musibah ke bumi”
Ini membuat kami sedikit merenung mengenai diri kami. Dan kami mencoba untuk membaginya.
Fenomena jejaring sosial
Ternyata
kami sangat jauh penerapannya. Setelah dipikir-pikir ada satu yang
menjadi penyebabnya yaitu maraknya jejaring sosial seperti facebook,
twitter, google+ dn lain-lain. inilah membuat kami lalai dan sangat
jauh dari kebiasaan orang-orang shalih dan ulama yaitu beristigfar
dimanapun, kapanpun [tentu bukan diWC,
toilet dll]., mengucapkan “astagfirullah”,” Allahummagfirli”
disela-sela waktu, disela-sela kesempatan, disela-sela kesibukan,
ketika menunggu, ketika naik kendaraan, ketika berjalan kaki, ketika
menanti jemputan dan ketika kita mampu mencuri sedikit waktu yang
sangat mahal dalam berbagai kesibukan.
Para salaf mencuri waktu untuk beristigfar
Jika mengingat pesan para salaf [pendahulu] kita, maka kita sangat malu menisbatkan diri kepada mereka, Luqman ‘alaihis salam bepesan kepada anaknya,
يَا بُنِيَّ عَوِّدْ لِسَانَكَ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، فَإِنَّ لِلَّهِ سَاعَاتٍ لَا يَرُدَّ فِيهَا سَائِلًا
“Wahai anakku biasakan lisanmu dengan ucapan: [اللهم اغفر لي ] “Allhummafirli”, karena Allah memiliki waktu-waktu yang tidak ditolak permintaan hamba-Nya di waktu itu.”
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata,
أَكْثِرُوا
مِنَ الِاسْتِغْفَارِ فِي بُيُوتِكُمْ، وَعَلَى مَوَائِدِكُمْ، وَفِي
طُرُقِكُمْ، وَفِي أَسْوَاقِكُمْ، وَفِي مَجَالِسِكُمْ أَيْنَمَا
كُنْتُمْ، فَإِنَّكُمْ مَا تَدْرُونَ مَتَى تَنْزِلُ الْمَغْفِرَةُ
”Perbanyaklah
istighfar di rumah-rumah, meja-meja makan, jalan-jalan, pasar-pasar
dan majelis-majelis kalian di manapun kalian berada. Karena kalian
tidak tahu kapan turunnya pengampunan Allah Subhanahu wa Ta’ala”. [Jami’ Al-ulum wal hikam hal. 535, Darul Aqidah, Kairo, cet.1, 1422 H]
Belum lagi kisah imam Malik rahimahullah yang
mencuri waktunya yang sangat mahal. Ketika penyambung suaranya
berbicara saat majelis kajian [saat itu belum ada pengeras suara, maka
ada beberapa penyambung suara berbicara setelah imam Malik berbicara].
Maka waktu longgar tersebut dimanfaatkan oleh beliau untuk beristigfar
kepada Allah Ta’ala. Subhanallah, sangat jauh dari kita.
Bijak dalam menyikapi jejaring sosial
Kami baru tersadar bahwa facebook dan jejaring sosial menjadi penggantinya. Mungkin seperti ini rutinitasnya:
-Setelah
sholat subuh langsung buka laptop kemudian login, membuka-buka status
yang sudah di update tadi malam [padahal statusnya kurang bermanfaat,
sekedar curhat atau main-main],
-Kemudian di tempat kerja, ada
waktu istirahat sedikit, langsung buka facebook, update status saat
kerja, terkadang status mengeluh dengan pekerjaan, membicarakan atasan,
membicarakan hal-hal yang kurang penting
-sore hari setelah
istirahat juga langsung buka facebook lagi, mencari-cari berita terbaru
dari link-link yang ada, awalnya berniat membuka link-link bermanfaat,
akan tetapi ada juga yang friend yang menaruh link kurang
bermanfaat, rasa penasaran muncul akhirnya sibuk dengan hal yang kurang
bermanfaat. Atau akhirnya terlalu sibuk mengikuti perkembangan politik
dan artis. “kasus ini, kasus itu, skandal ini, skandal itu”.
Boleh sekedar tahu tetapi terkadang kita terjerumus rasa penasaran
akhirnya terlalu mengikuti dan lalai. Padahal jika mendengar kasus-kasus
tersebut kebanyakan kita sakit hati dengan kasus-kasus korupsi,
ketidakadilan hukum dan kriminalitas yang telalu bebas disiarkan.
-magribnya juga terkadang ada saja yang buka update status
-kemudian
ba’da isya menjelang tidur, buka facebook lagi, mencurahkan uneg-uneg,
kejadian dan pengalaman selama sehari, terkadang status yang bisa
menghapus pahala kita karena riya’, seperti kita sudah melakukan ini
dan itu.
Jika seperti ini, kapan kita menuntut ilmu,
berdakwah, waktu untuk keluarga, bersosialisasi dengan masyarakat dan
beramal. Memang berniat menuntut ilmu di dunia maya, tetapi menuntut
ilmu didunia nyata waktunya harus lebih banyak, jelas berbeda
keutamaannya menghadiri majelis ilmu. Memang berniat berdakwah didunia
maya, tetapi berdakwah didunia nyata porsinya harus lebih besar, kepada
orang tua, kerabat dan lain-lain.
Terkadang Ada
ikhwan/akhwat yang terkesan sangat shalih dan alim di facebook, sangat
sering update status agama, sangat sering berbicara agama, memberi
link-link tentang sholat malam, tentang menuntut ilmu padahal didunia
nyata ia malah jarang atau tidak menerapkannya. Tetapi kita perlu
husnudzon juga, karena ada ikhwan/akhwat yang memang kerjanya
berhubungan dengan dunia internet seperti ahli IT dan dagang via
internet. Jadi mereka sangat memanfaatkan kesempatan tersebut.
Jauh
sebelumnya para ustadz sudah memberi peringatan tentang hal ini. kita
lihatlah pada para ustadz yang punya akun facebook, mereka lebih sibuk
menuntut ilmu dan berdakwah didunia nyata.
Terkadang lebih baik HP tidak ada jaringan internetnya
Terkadang
mungkin ini lebih baik jika tidak terlalu perlu misalnya untuk bisnis
dan perdagangan. HP yang mudah dibawa kemana-mana menyebabkan kita
dengan mudahnya membuka jejaring sosial seperti facebook. Sehingga
sela-sela waktu malah kita gunakan untuk buka facebook, update status
dan comment. Padahal hal itu kurang terlalu penting. Misalnya,
Saat pecah ban motor, update status via blackberry:
“ban motor pecah dijalan ini, bersama @fulan, Alhamdulillah dekat ama tambal ban”
Kemudian menunggu ada yang comment dan saling balas-balasan.
Memang
ini adalah hal yang mubah, akan tetapi alangkah baiknya jika ketika
menunggu kita gunakan untuk beristigfar dan berdzikir. Merenungkan apa
dosa kita dan kesalahan kita hari ini sampai ban motor bisa pecah
sehinga manghambat perjalanan.
Ketahuilah, semua musibah,
kesusahan dan kesedihan sekecil apapun itu adalah akibat dosa kita
karena kita lalai bertaubat dan beristigfar.
Mengenai ayat,
مَن يَعْمَلْ سُوءاً يُجْزَ بِهِ
“Barangsiapa yang mengerjakan kejelekan, niscaya akan diberi pembalasan dengannya.” [An-Nisa’:123]
Berkata Qotadah rahimahullah,
لا يصيب رجلا خدشٌ ولا عثرةٌ إلا بذنب
“Tidaklah seseorang terkena goresan [ranting] atau tersandung melainkan akibat dosa yang ia perbuat”. [Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Quran 9/236 , Al-Qurthubi, Muassah Risalah, cet.1, 1420 H]
Jangan melalaikan dan meremehkan istigfar
Kita
jangan meremehkan istigfar, karena sekedar lafaz yang terucap saja.
karena dari istigfar inilah bermula hakikat penghambaan terhadap Allah,
yaitu hati remuk-redam, bersedih mengingat mengakui dosa-dosa yang
pernah diperbuat setiap harinya. Banyak ilmu dan amal yang belum kita
ketahui, kemudian banyak ilmu yang sudah kita ketahui tidak kita
amalkan, belum lagi maksiat yang kita lakukan. Kemudian berbelas-belas
memohon ampun kepada Allah, memohon dikasihani, kemudian berjanji akan
beramal kebaikan setelahnya untuk membalas dan menghapus dosa yang kita
perbuat.
Demikianlah hakikat penghambaan, apakah kita
beribadah sambil tertawa? Sambil bermain-main? Sambil bergembira ria?
Tidak, tetapi hati yang tunduk, merendah, menangis dan berlinanglah air
mata karena Allah.
Setelah itu barulah hati bergembira karena teringat janji Allah subhana ta’ala melalui lisan rasul-Nya,
عَيْنَانِ لاَ تَمُسُّهُمَا النَّارُ: عَيْنٌ بَكَتْ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَعَيْنٌ بَاتَتْ تَحْرُسُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Dua mata yang tidak akan disentuh oleh api Neraka: (pertama) mata yang menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wata’ala, (kedua) mata yang bermalam dalam keadaan berjaga di jalan Allah Subhanahu wata’ala.” [HR. At-Tirmidzi no. 1639, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi dan Al-Misykat no. 3829]
dan hadist,
سبعةيظلّهم اللّه فى ظلّه يوم لاظلّ الاّظلّه
ورجل ذكراللّه خالياففاضت عليناه
“Ada
tujuh orang yang akan dinaungi oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam
naungan-Nya pada hari yang tiada naungan melainkan naungan-Nya
sendiri”,….Orang yang mengingat pada Allah Subhanahu wata’ala di waktu keadaan sunyi lalu berlinanglah airmata dari kedua matanya.” [Muttafaq ‘alaih]
Karena
menangis karena Allah tidak bisa dibuat-buat, kita tidak bisa menangis
begitu saja tiba-tiba dalam keadaan sunyi [tanpa pengaruh musik
meloncholis dan pengaruh karena menangis ramai-ramai seperti di
Televisi]. Tidak akan bisa mengangis karena Allah tanpa proses mengakui
kesalahan dan istigfar sebelumnya. Dan tangisan karena tidak bisa
muncul kecuali dari hati hanif lagi menghamba.
Perlu diperhatikan
juga bahwa sebaiknya tangisan karena Allah sebaiknya disembunyikan,
jangan menampakan kesedihan bersama manusia sebagaimana kesalahan yang
sering kita lihat ditelevisi. Oleh karena itu kita perlu memilih waktu
yang tepat.
Istigfar membuat kehidupan menjadi mudah, terasa ringan berbagai ujian dan cobaan
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنِ اسْتَغْفِرُواْ رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُم مَّتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُّسَمًّى
“dan hendaklah kamu meminta ampun [istigfar] kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan.” [Hud:3]
Syaikh Muhammad Amin As-Syinqiti berkata menafsirkan ayat ini,
وَالظَّاهِرُ
أَنَّ الْمُرَادَ بِالْمَتَاعِ الْحَسَنِ: سَعَةُ الرِّزْقِ، وَرَغَدُ
الْعَيْشِ، وَالْعَافِيَةُ فِي الدُّنْيَا، وَأَنَّ الْمُرَادَ
بِالْأَجَلِ الْمُسَمَّى: الْمَوْتُ
“Pendapat terkuat
tentang yang dimaksud dengan kenikmatan adalah rizki yang melimpah,
kehidupan yang lapang dan keselamatan didunia dan yang dimaksud dengan
waktu yang ditentukan adalah kematian.” [Adhwa’ul Bayan 2/170, Darul Fikr, Libanon, 1415 H, Asy-Syamilah]
Kemudian
istigfar juga membuat musibah tidak jadi turun, kemudian jika turun
memudahkan kita menghadapinya, dan segera bisa menghilangkan musibah
tersebut.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah menukil dari Ibnu Shubaih dalam tafsirnya , bahwasanya ia berkata,
شَكَا
رَجُلٌ إِلَى الْحَسَنِ الْجُدُوبَةَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ.
وَشَكَا آخَرُ إِلَيْهِ الْفَقْرَ فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ.
وَقَالَ لَهُ آخَرُ. ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَرْزُقَنِي وَلَدًا، فَقَالَ
لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. وَشَكَا إِلَيْهِ آخَرُ جَفَافَ بُسْتَانِهِ،
فَقَالَ لَهُ: اسْتَغْفِرِ اللَّهَ. فَقُلْنَا لَهُ فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ:
مَا قُلْتُ مِنْ عِنْدِي شَيْئًا، إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ فِي
سُورَةِ” نُوحٍ”
”Ada seorang laki-laki mengadu kepadanya Hasan Al-Bashri tentang kegersangan bumi maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”,
yang lain mengadu kepadanya tentang kemiskinan maka beliau berkata kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”
yang lain lagi berkata kepadanya,”Doakanlah (aku) kepada Allah, agar Ia memberiku anak!” maka beliau mengatakan kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”
Dan yang lain lagi mengadu tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan pula kepadanya,”beristighfarlah kepada Allah!”
Dan kamipun menganjurkan demikian kepada orang tersebut
Maka
Hasan Al-Bashri menjawab:”Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku
sendiri.tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh [ayat
10-12].” [Jami’ Liahkamil Quran 18/302, Darul Kutub Al-Mishriyah, kairo, cet. Ke-2, 1348 H, Asy-Syamilah]
Jangan lalai juga berdzikir
Kita sepertinya lupa juga dengan anjuran berdzikir, padahal ini adalah perbuatan yang sangat mudah.
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
كَلِمَتَانِ
خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ،
حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ،
سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
“Dua kalimat yang ringan di lisan, namun berat ditimbangan,
dan disukai Ar Rahman yaitu “Subhanallah wa bi hamdih, subhanallahil
‘azhim” (Maha Suci Allah dan segala puji bagi-Nya. Maha Suci Allah Yang
Maha Agung). [HR. Bukhari no. 6682 dan Muslim no. 2694]
Kemudian balasannya serta pahala sangat besar, salah satu saja contohnya,
نْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ
وَبِحَمْدِهِ فِي يَوْمٍ مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ
كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحر.رواه البخاري و مسلم.
Artinya:
“Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mengucapkan:
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
“Subahnallah wa bihamdihi “di dalam sehari 100 kali, dihapuskan dosa-dosanya walaupun seperti buih dilautan”. [HR. Bukhari, no. 5926 dan Muslim, no. 4857]
Perhatikan,
hanya sekitar 3-5 menit untuk membacanya 100 kali, dosa kita terhapus
semuanya. Untuk facebook dan twiter ketika menunggu tembel ban
misalnya, kita habiskan sampai 20 menit.
Terbukti, kuatnya pengaruh dzikir
Bagi
yang sudah terbiasa berdzikir dan merasakan nikmatnya, maka ia adalah
kebutuhan pokok seorang hamba dalam kehidupan sehari-hari. Ia adalah
kekuatan yang memudahkan kita melaksanakan berbagai ketataan dan mejaga
kita dari keburukuan. Seolah-olah ada yang kurang jika tidak
berdzikir. Dan Dzikir pagi-petang sebagai tempat pengisiannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah memaparkan
bagimana pengaruh dzikir terhadap hamba berdasarkan pengamatannya
langsung terhadap guru beliau syaikhul Islam Ibnu Taimiyahrahimahullah,
أن
الذكر يعطي الذاكر قوة، حتى إنه ليفعل مع الذكر ما لم يظن فعله بدونه،
وقد شاهدت من قوة شيخ الإسلام ابن تيمية في سننه وكلامه وإقدامه وكتابه
أمراً عجيباً، فكان يكتب في اليوم من التصنيف ما يكتبه الناسخ في جمعه
وأكثر، وقد شاهد العسكر من قوته في الحرب أمراً عظيماً
“Sesungguhnya
bacaan dzikir memberikan kepada pelakunya kekuatan.sampai-sampai ia
mampu melakukan pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan bila tanpa
berdzikir. Sungguh saya menyaksikan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam prilaku, ucapan, keberanian dan karya tulisnya sesuatu
yang menakjubkan. Dahulu, beliau menulis buku dalam satu hari dimana
orang lain menulisnya dalam satu minggu atau lebih. Dan para pasukan
juga telah mengakui keberanian beliau dalam peperangan yang luar
biasa.” [Al-Wabilus Shayyib min Kalamith Thayyib hal. 77, Darul Hadist, kairo, cet. Ke-3, Asy-Syamilah]
Hanya
berdzikir mengingat Allah hati kita menjadi tenang, jika masih saja
tidak tenang padahal sudah berdzikir, ketahuilah hati kita mungkin
sedang sakit, sehingga perlu keseriusan dan terus menerus berdzikir.
Allah Ta’ala berfirman,
الَّذِينَ آمَنُواْ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللّهِ أَلاَ بِذِكْرِ اللّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” [Ar-Ra’d: 28]
Hendaklah kita bijak
menggunakan waktu kita yang sangat mahal, seorang ulama berkata kepada
mereka yang sedang duduk-duduk [sekedar nongkrong] bahwa ia ingin
sekali membeli waktunya. Belum lagi para ulama yang tidur sehari hanya
sekitar empat jam saja. Karena tugas kita sangat banyak dalam dakwah
maka jual mahallah terhadap waktu.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“Dua kenikmatan yang sering dilalaikan oleh sebagian besar manusia yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang”. [HR. Bukhari no.6412]
Semoga bermanfaat bagi kaum muslimin.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar