Oleh: Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi
Ada tiga kelompok orang yang dido‘akan dengan kejelekan oleh Jibril dan
diaminkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka itu
adalah:
1.Orang yang mendapati bulan Ramadhan tetapi dia tidak diampuni (setelah keluar darinya-pen.).
2. Orang yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup atau salah satunya, tetapi ia masuk ke dalam Neraka.
3. Orang yang disebutkan di hadapannya nama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tetapi ia tidak bershalawat kepadanya.
Ada beberapa hadits yang menunjukkan hal tersebut, di antaranya adalah:
Pertama: Al-Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Malik bin al-Huwairits
Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam naik ke atas mimbar, ketika beliau naik ke atas tangga, beliau
berkata ‘Aamiin,’ lalu beliau naik lagi ke atas tangga (tingkat kedua)
dan berkata, ‘Aamiin’ lalu beliau naik lagi ke atas tangga (tingkat
ketiga) dan berkata, ‘Aamiin’ lalu beliau berkata, ‘Jibril datang
kepadaku dan berkata, ‘Wahai Muhammad, siapa saja yang mendapati bulan
Ramadhan dan dia tidak diampuni, maka Allah akan melaknatnya.’ Lalu aku
(Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam) berkata: ‘Aamiin.’”
Jibril berkata lagi, ‘Dan siapa saja yang mendapati kedua orang tuanya
masih hidup atau salah satunya, lalu dia masuk ke dalam Neraka, maka
Allah akan menjauhkannya dari rahmat-Nya.’ Aku katakan, ‘Aamiin.’
Jibril berkata lagi, ‘Siapa saja yang ketika namamu disebutkan, lalu ia
tidak bershalawat kepadamu, maka Allah akan melaknatnya, katakanlah
aamiin, lalu aku katakan, ‘Aamiin.’ [1]
Kedua: Al-Imam ath-Thabrani meriwayatkan dari Ka’ab bin ‘Ujrah
Radhiyallahu anhu : “Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada suatu hari keluar menuju mimbar, ketika dia naik ke sebuah
tangga, beliau berkata, ‘Aamiin.’
Lalu beliau naik lagi dan berkata, ‘Aamiin.’
Lalu beliau naik lagi ke tangga yang ketiga dan berkata, ‘Aamiin.’
Ketika beliau turun dari mimbar dan selesai berkhutbah, kami berkata,
‘Wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami telah mendengar
sebuah perkataan darimu pada hari ini.’
Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Kalian mendengarkannya?’
Mereka menjawab, ‘Benar.’
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Sesungguhnya Jibril
menampakkan dirinya ketika aku sedang menaiki tangga, lalu ia berkata,
‘Rahmat Allah jauh bagi orang yang menemukan kedua orang tuanya di waktu
tua atau salah satunya, lalu ia tidak memasukkannya ke dalam Surga.’
Rasulullah berkata: ‘Lalu aku berkata, ‘Aamiin.’’
Jibril berkata, ‘Rahmat Allah jauh bagi orang yang ketika namamu
disebutkan tetapi ia tidak bershalawat kepadamu.’ Lalu aku berkata,
‘Aamiin.’
Jibril berkata, ‘Rahmat Allah jauh bagi orang yang menemukan Ramadhan
tetapi ia tidak diam-puni.’ Lalu aku berkata, ‘Aamiin.’” [2]
Al-Imam ath-Thaibi menjelaskan sebab do‘a kepada tiga golongan ini
ketika beliau menjelaskan hadits yang lainnya [3] sesungguhnya shalawat
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah pengagungan kepadanya.
Maka, barangsiapa yang memuliakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, niscaya Allah akan memuliakannya, meninggikan derajatnya di
dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang tidak memuliakannya, maka Allah
akan menghinakannya.
Begitupula bulan Ramadhan yang merupakan bulan yang dimuliakan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ ۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ
الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۖ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا
يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا
اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur-an sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang haq dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir
(di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, dan barang-siapa sakit atau
dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa),
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.
Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [Al-Baqarah: 185]
Maka, barangsiapa yang menemukan kesempatan untuk memuliakannya dengan
melakukan qi-yaamul lail (Tarawih) dengan keikhlasan, tetapi dia tidak
mengambil kesempatan itu, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
menghinakannya.
Memuliakan kedua orang tua berarti memuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menghubungkan berbuat baik kepada
keduanya dengan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam
firman-Nya:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا ۚ إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ
كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur
lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan
ucapkan-lah kepada mereka perkataan yang mulia.” [Al-Israa': 23]
Orang yang diberikan kesempatan untuk berbuat baik kepada keduanya,
terutama di waktu tua (lanjut usia), sesungguhnya mereka berdua di
rumahnya bagaikan daging di atas kayu potongan, dan tidak ada yang
meladeninya kecuali ia, jika anak itu tidak menggunakan kesempatan ini,
maka pantaslah jika dia dihinakan dan direndahkan kedudukannya. [4]
Semoga dengan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala kita tidak di-masukkan
oleh-Nya ke dalam tiga golongan ini. Aamiin yaa Dzal Jalaali wal Ikraam.
[Disalin dari buku Man Tushalli ‘alaihimul Malaa-ikah wa Man
Tal‘anu-hum.” Penulis Dr. Fadhl Ilahi bin Syaikh Zhuhur Ilahi, Penerbit
Idarah Turjuman al-Islami-Pakistan, Cetakan Pertama, 1420 H - 2000 M,
Judul dalam Bahasa Indonesia: Orang-Orang yang Dilaknat Malaikat,
Penerjemah Beni Sarbeni]
_______
Footnote
[1]. Al-Ihsan fii Taqriib Shahiih Ibni Hibban, kitab al-Bir wal Ihsan,
bab Haqqul Waalidain (II/140 no. 409), al-Hafizh al-Haitsami berkata,
“Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Tha-brani, di dalamnya ada ‘Umran bin
Aban, yang ditsiqahkan oleh Ibnu Hibban, sedangkan yang lainnya
mendha’ifkan, sedangkan perawi yang lainnya tsiqah. Ibnu Hibban
meriwayatkan hadits ini di dalam Shahiihnya dari jalan tersebut
(Majma’uz Zawaa-id wa Manba-ul Fawaa-id X/166). Syaikh Syu’aib
al-Arnauth berkata, “Ini adalah hadits shahih dengan yang lainnya,
sedangkan sanadnya lemah.” (Hamisy al-Ihsaan fii Taqriib Shahiih Ibni
Hibban II/140)
[2]. Majma’uz Zawaa-id wa Manba-ul Fawaa-id kitab al-Ad’iyah bab Fii Man
Dzukira j ‘indahu falam Yushalli ‘alaihi (X/166). Al-Hafizh al-Haitsami
berkata, “Hadits ini diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan perawinya
tsiqah.”
[3]. Yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Imam at-Tirmidzi dari
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
رَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ وَرَغِمَ
أَنْفُ رَجُلٍ دَخَلَ عَلَيْهِ رَمَضَانَ ثُمَّ انْسَلَخَ قَبْلَ أَنْ
يُغْفَرَ لَهُ وَرَغِمَ أَنْفُ رَجُلٍ أَدْرَكَ عِنْدَهُ أَبَوَاهُ
الْكِبَرَ فَلَمْ يُدْخِلاَهُ الْجَنَّةَ.
“Merugilah orang yang disebutkan namaku (nama Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam) di hadapannya, tetapi ia tidak mau bershalawat
kepadaku. Merugilah orang yang masuk Ramadhan, kemudian Ramadhan itu
berlalu sebelum dosa-dosanya diampuni. Dan merugilah seorang yang
mendapatkan kedua orang tuanya di waktu tua (lanjut usia), tetapi
keduanya tidak dapat menyebabkannya masuk Surga.”
‘Abdurrahman (salah satu perawi) berkata: “Dan aku menyangka bahwa ia
berkata, ‘Atau salah satunya.’” (Jaami’ at-Tirmidzi, bab ad-Da’awaat
(X/372 no. 3545). Al-Imam at-Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan gharib,
dari riwayat ini.” Syaikh al-Albani berkata, “Hasan shahih.” (Shahiih
Sunan at-Tirmidzi III/177). Lihat pula catatan pinggir kitab Misykaatul
Mashaabiih karya Syaikh al-Albani (I/292).
[4]. Lihat Syarah ath-Thaibi (III/1044).
Disalin dari: http://almanhaj.or.id/content/3302/slash/0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar