Pada sebuah kesempatan, Syaikh Prof.Dr. Abdul Aziz Bin Muhammad Abdul Latief *) ditanya:
Apakah orang mati dapat mendengarkan hal-hal yang terjadi disekitarnya? Ketika seseorang meninggal, apakah ia dapat merasakan apa yang ada disekitarnya, seperti keberadaan keluarganya, sebelum ia dimandikan, dikafankan lalu dikubur? Lalu apakah mayat tersebut dapat mendengarkan suara-suara disekelilingnya? Karena terdapat hadits yang menyatakan bahwa mayat dapat mendengar hentakan sandal orang yang menguburkannya.
Syaikh Dr. Abdul Aziz Bin Muhammad Abdul Latief menjawab:
الحمد لله وحده والصلاة والسلام على من لا نبي بعده، وبعد
Keadaan asalnya, orang mati tidak dapat mendengar, berdasarkan firman Allah Ta’ala:
إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar” (QS. An Naml: 80)Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman:
فَإِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
“Sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar” (QS. Ar Ruum: 52)Juga firman-Nya:
وَمَا أَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ
“Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar” (QS. Fathir: 22)Serta ayat-ayat yang lain. Selain itu, mati itu seperti tidur. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa tidur adalahAl Wafaat Ash Shughra (kematian kecil). Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُم بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُم بِالنَّهَارِ
“Dan Allah-lah yang mewafatkan (menidurkan) kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari” (QS. Al An’am: 60)Dan kita tahu bersama, bahwa orang yang tidur tidak bisa mendengar orang berbicara padanya. Maka orang mati tentu lebih tidak bisa lagi.
Adapun orang mati dapat mendengar suara hentakan sandal ini merupakan pengecualian khusus dari keadaan asal, pengecualian ini dikarenakan terdapat dalil yang menyebutkannya. Wallahu’alam.
Dari artikel 'Apakah Orang Mati Bisa Mendengar? — Muslim.Or.Id'
Orang Mati Tidak Bisa Mendengar
Label: 'Aqidah
1. QS. An-Naml ayat 80 :
إِنّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَىَ وَلاَ تُسْمِعُ الصّمّ الدّعَآءَ إِذَا وَلّوْاْ مُدْبِرِينَ
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang”.
وقال ابن التين : لا معارضة بين حديث بن عمر والاية لأن الموتى لا يسمعون بلا شك لكن إذا أراد الله إسماع ما ليس من شأنه السماع لم يمتنع كقوله تعالى انا عرضنا الأمانة الآية وقوله فقال لها وللأرض ائتيا طوعا أو كرها الآية وسيأتي في المغازي قول قتادة أن الله احياهم حتى سمعوا كلام نبيه توبيخا ونقمة انتهى وقد أخذ بن جرير وجماعة من الكرامية من هذه القصة أن السؤال في القبر يقع على البدن فقط وأن الله يخلق فيه ادراكا بحيث يسمع ويعلم ويلذ ويألم وذهب بن حزم وابن هبيرة إلى أن السؤال يقع على الروح فقط من غير عود إلى الجسد وخالفهم الجمهور فقالوا تعاد الروح إلى الجسد أو بعضه كما ثبت في الحديث
“Berkata Ibnut-Tiin : Tidak ada pertentangan antara hadits Ibnu ‘Umar (yaitu hadits Qalaib Badr) dengan ayat tersebut (QS. An-Naml : 80), sebab orang-orang mati tidak mendengar tidaklah diragukan lagi, akan tetapi apabila Allah ta’ala menghendaki sesuatu yang tidak mampu mendengar menjadi mampu mendengar, maka tidak ada yang menghalanginya. Hal ini sebagaimana firman-Nya : [إِنّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا] “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu” (QS. Al-Ahzaab : 72). [فَقَالَ لَهَا وَلِلأرْضِ ائْتِيَا طَوْعاً أَوْ كَرْهاً] “Lalu Dia berkata kepadanya (langit) dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa" (QS. Fushshilat : 72). Al-Imam Bukhari menukil ucapan Qatadah dalam kitab Al-Maghaazi : “Sesungguhnya Allah menghidupkan mereka sehingga mereka mendengar dari ucapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam sebagai penghinaan dan adzab bagi mereka”. Selesai ucapan Ibnut-Tiin. Ibnu Jarir Ath-Thabari dan sebagian besar Karamiah mengambil pendapat dari kisah ini bahwasannya pertanyaan di dalam kubur itu terjadi pada badan saja, dan Allah memberikan kemampuan kepada mereka untuk mendengar dan mengetahui serta merasakan adanya nikmat dan adzab. Sedangkan Ibnu Hazm dan Ibnu Hubairah berpendapat bahwa pertanyaan terjadi hanya pada ruh saja. Akan tetapi jumhur ulama menyelisihi mereka dan berpendapat lain, yaitu bahwa ruh dikembalikan ke badan atau sebagiannya sebagaimana dijelaskan dalam hadits”.
Ibnu Hajar kemudian melanjutkan :
أن المصنف أشار إلى طريق من طرق الجمع بين حديثي بن عمر وعائشة بحمل حديث بن عمر على أن مخاطبة أهل القليب وقعت وقت المسألة وحنيئذ كانت الروح قد اعيدت إلى الجسد وقد تبين من الأحاديث الأخرى أن الكافر المسئول يعذب وأما إنكار عائشة فمحمول على غير وقت المسألة فيتفق الخبران
“Bahwasannya mushannif (yaitu Al-Imam Bukhari) menunjukkan satu cara di antara cara-cara menggabungkan dua hadits, yaitu hadits Ibnu ‘Umar dan hadits ‘Aisyah (yaitu sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi : “Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui bahwasannya apa yang aku katakan kepada mereka adalah benar”; kemudian Aisyah radliyallaahu ‘anhaa membaca ayat : “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati dapat mendengar” sampai selesai - Abu Al-Jauzaa’). Kemungkinan makna dari hadits Ibnu ‘Umar adalah bahwasannya ucapan terhadap orang-orang kafir yang telah mati dan berada di dalam sumur-sumur Badar terjadi sewaktu Malaikat Munkar dan Nakir bertanya kepada ruh tersebut setelah dikembalikan ke badan, dan disebutkan dalam hadits lain bahwasannya orag kafir yang ditanya diadzab. Adapun pengingkaran ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa mengandung kemungkinan di luar – bukan – waktu pertanyaan, maka dengan ini selaraslah dua hadits tersebut” [Lihat Fathul-Baariy 3/235].
Lihatlah penjelasan di atas ! Ibnu Hajar telah menjelaskan bahwa keumuman dalil/nash telah menetapkan bahwa mayat/orang mati itu tidak dapat mendengar. Akan tetapi hal itu dikecualikan pada waktu-waktu tertentu seperti kisah sumur Badr – sebagaimana akan dibahas kemudian.
Al-Imam Asy-Syaukani dalam Tafsirnya Fathul-Qadiir tentang ayat [إِنّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَىَ] “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar” (QS. An-Naml ayat 80) berkata :
لأنه إذا علم أن حالهم كحال الموتى في انتفاء الجدوى بالسماع أو كحال الصم الذين لا يسمعون ولا يفهمون ولا يهتدون صار ذلك سبباً قوياً في عدم الاعتداء بهم، شبه الكفار بالموتى الذين لا حس لهم ولا عقل، وبالصم الذين لا يسمعون المواعظ ولا يجيبون الدعاء إلى الله.
“Hal itu dikarenakan apabila ia mengetahui, bahwasannya keadaan mereka (kaum kafir) seperti halnya orang mati dalam hal ketidakmampuan mengambil faedah dengan pendengaran atau seperti orang yang tuli yang tidak dapat mendengar, memahami, dan diberi petunjuk, yang itu menjadi satu sebab kuat dalam ketiadaan pelanggaran dengannya. Allah telah menyerupakan mereka (kaum kafir) dengan orang mati yang tidak mempunyai rasa dan akal; dan (mereka juga diserupakan) dengan orang yang tuli yang tidak dapat mendengarkan nasihat dan menjawab panggilan/seruan kepada Allah”.
Kemudian Asy-Syaukani melanjutkan :
وظاهر نفي إسماع الموتى العموم، فلا يخص منه إلا ما ورد بدليل كما ثبت في الصحيح أنه صلى الله عليه وسلم خاطب القتلى في قليب بدر........
“Dhahirnya, (ayat tersebut) meniadakan pendengaran dari orang mati secara umum. Maka tidaklah dikhususkan darinya kecuali apa-apa yang datang dari dalil sebagaimana telah tetap dalam Ash-Shahih (Al-Bukhari/Muslim) bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada orang-orang kafir yang terbunuh di sumur-sumur Badr…….” [Lihat Fathul-Qadir QS. An-Naml : 80].
Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya berkata tentang ayat [إِنّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَىَ] “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar” (QS. An-Naml ayat 80) :
أي لا تسمعهم شيئاً ينفعهم, فكذلك هؤلاء على قلوبهم غشاوة وفي آذانهم وقر الكفر, ولهذا قال تعالى: {ولا تسمع الصم الدعاء إذا ولوا مدبرين * وما أنت بهادي العمي عن ضلالتهم * إن تسمع إلا من يؤمن بآياتنا فهم مسلمون} أي إنما يستجيب لك من هو سميع بصير, السمع والبصر النافع في القلب والبصيرة, الخاضعُ لله ولما جاء عنه على ألسنة الرسل عليهم السلام.
“Yaitu engkau tidak dapat memperdengarkan sesuatu yang bermanfaat bagi mereka. Demikian juga kafirnya orang yang di dalam hati mereka terdapat penutup dan telinga-telingan mereka terdapat sumbat. Untuk itu Allah ta’ala telah berfirman : “dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. Kamu tidak dapat menjadikan (seorang pun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri” ; yaitu yang dapat memperkenankanmu hanyalah Rabb Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dengan pendengaran dan penglihatan yang membawa manfaat di dalam hati dan pandangan orang yang tunduk kepada-Nya serta apa yang dibawa melalui lisan para Rasul ‘alaihimus-salaam [Tafsir Ibni Katsir, 6/210].
Ibnu Katsir dalam penjelasan ayat di atas secara eksplisit menyamakan keadaan kaum kafir dengan orang yang telah mati (mayat) yang dinafikkan dari sifat mendengar. Hal itu semakin kuat dengan penyebutan bahwa Allah Yang Maha Melihat dan Maha Mendengar yang kuasa memberikan manfaat dari penjelasan dan seruan kepada makhluk-Nya. Di sini seakan-akan Ibnu Katsir menegaskan bahwa sifat melihat dan mendengar yang dinafikkan dari orang kafir secara majazi dan orang yang mati secara hakiki itu akan kembali pada kesempurnaan sifat ke-Maha Melihat dan Maha Mendengar dari Allah. Hanya Allah lah yang kuasa memberikan penglihatan dan pendengaran kepada makhluk-Nya.
2. QS. Faathir ayat 13-14 :
ذَلِكُمُ اللّهُ رَبّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ وَالّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِن قِطْمِيرٍ* إِن تَدْعُوهُمْ لاَ يَسْمَعُواْ دُعَآءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُواْ مَا اسْتَجَابُواْ لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِـكُمْ وَلاَ يُنَبّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
“Yang (berbuat) demikian Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui”.
Ayat di atas begitu gamblang dalam meniadakan pendengaran dari tuhan-tuhan selain Allah yang diseru kaum musyrikin. Tuhan-tuhan yang disembah selain Allah ini terdiri dari batu, patung, atau pohon-pohon; juga termasuk orang-orang atau hamba-hamba Allah yang telah mati. Hal ini ditunjukkan pada ayat [وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِـكُمْ] “Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu”. Hamba-hamba yang dituhankan tadi akan dibangkitkan di hari kiamat dan akan dihisab serta ditanya (lihat pula QS. Al-Furqaan : 17-18).
Contoh dari hamba-hamba yang dipertuhankan setelah matinya adalah sebagaimana dikatakan Nabi Nuh ‘alaihis-salaam tentang lima berhala yang disembah kaumnya :
وَقَالُواْ لاَ تَذَرُنّ آلِهَتَكُمْ وَلاَ تَذَرُنّ وَدّاً وَلاَ سُوَاعاً وَلاَ يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْراً
“Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq dan nasr". (QS. Nuh : 13).
Hal yang sama adalah sebagaimana difirmankan Allah tentang tiga berhala musyrikin Arab :
أَفَرَأَيْتُمُ اللاّتَ وَالْعُزّىَ * وَمَنَاةَ الثّالِثَةَ الاُخْرَىَ
“Maka apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza, dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)?” (QS. An-Najm : 19-20).
Dari sini kita tahu bahwasannya Allah telah menegaskan bahwa berhala-berhala/tuhan-tuhan yang disembah selain Allah dari kalangan orang shalih yang telah meninggal tersebut tersebut tidaklah dapat mendengar apa yang mereka minta. Dan kalaupun bisa mendengar (dan kenyataannya adalah tidak bisa mendengar), niscaya mereka tidak mampu mengabulkan permintaan mereka. Inilah inti dari QS. Fathir ayat 13-14 dalam kaitannya dengan bahasan kita.
3. Hadits Qalaaib Badr
عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: وقف النبي صلى الله عليه وسلم على قليب بدر، فقال: (هل وجدتم ما وعد ربكم حقا. ثم قال: إنهم الآن يسمعون ما أقول). فذكر لعائشة، فقالت: إنما قال النبي صلى الله عليه وسلم: (إنهم الآن ليعلمون أن الذي كنت أقول لهم هو الحق). ثم قرأت: {إنك لا تسمع الوتى}. حتى قرأت الآية.
Dari Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhuma ia berkata : “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas sumur-sumur Badr, kemudian beliau bersabda : ‘Apakah kalian mendapati sesuatu yang telah dijanjikan Rabb kalian adalah benar ?’. Kemudian beliau bersabda lagi : ‘Sesungguhnya sekarang mereka mendengar (yasma’uun) apa yang aku katakan’. Kemudian berita ini dikhabarkan kepada ‘Aisyah, maka ia berkata : “Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hanyalah bersabda : Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui (ya’lamuun) apa yang dulu aku katakan kepada mereka adalah benar’. Kemudian ‘Aisyah membaca ayat : “Sesungguhnya kamu tidak mampu menjadikan orang-orang mati mampu mendengar” sampai akhir ayat [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3980-3981].
عن أبي طلحة: أن نبي الله صلى الله عليه وسلم أمر يوم بدر بأربعة وعشرين رجلا من صناديد قريش، فقذفوا في طوى من أطواء بدر خبيث مخبث، وكان إذا ظهر على قوم أقام العرصة ثلاث ليال، فلما كان ببدر اليوم الثالث أمر براحلته فشد عليها رحلها، ثم مشى واتبعه أصحابه وقالوا: ما نرى ينطلق إلا لبعض حاجته، حتى قام على شفة الركي، فجعل يناديهم بأسماء آبائهم: (يا فلان بن فلان، ويا فلان بن فلان، أيسركم أنكم أطعتم الله ورسوله، فانا قد وجدنا ما وعدنا ربنا حقا، فهل وجدتم ما وعد ربكم حقا). قال عمر: يا رسول الله، ما تكلم من أجساد لا أرواح لها؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (والذي نفس محمد بيده، ما أنتم بأسمع لما أقول منهم).
قال قتادة: أحياهم الله حتى أسمعهم قوله، توبيخا وتصغيرا ونقمة وحسرة وندما.
قال قتادة: أحياهم الله حتى أسمعهم قوله، توبيخا وتصغيرا ونقمة وحسرة وندما.
Dari Abu Thalhah : Bahwasannya Nabi Allah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para shahabat pada perang Badr untuk menguburkan dua puluh empat mayat tokoh-tokoh kaum Quraisy, kemudian mereka pun dilemparkan ke dalam sumur di antara sumur-sumur Badr dalam keadaan busuk dan bau. Kebiasaan beliau jika menampakkan diri pada suatu kaum maka beliau bermalam di sebuah tanah lapang selama tiga malam. Dan ketika berada di Badr di hari ketiga beliau meminta untuk disiapkan kendaraannya, lalu beliau memacunya kemudian beliau berjalan dan diikuti oleh para shahabatnya dan mereka berkata : ‘Tidaklah kami berpendapat beliau keluar melainkan untuk sebagian keperluannya”; sampai beliau berdiri di sisi sebuah sumur, kemudian mulailah beliau memanggil nama-nama mereka dan nama-nama orang tua mereka : ‘Wahai Fulan bin Fulan, wahai Fulan bin Fulan ! Apakah kamu suka seandainya kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya ? Sesungguhnya kami telah mendapati apa yang telah dijanjikan Rabb kami adalah benar, maka apakah kalian mendapati apa yang dijanjikan Rabb kalian adalah benar ?’. Perawi berkata : Maka ‘Umar radliyallaahu ‘anhu berkata : “Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara pada bangkai yang sudah tidak memiliki ruh ?”. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab : ‘Demi (Allah) yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah kamu lebih mendengar dari mereka atas apa yang aku katakan’.
Berkata Qatadah : “Allah menghidupkan mereka sehingga mereka mendengar perkataan beliau sebagai satu penghinaan, peremehan, adzab, dan penyesalan” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3976, Muslim no. 2875, Ahmad 4/29, dan Abu Ya’la no. 1431].
Sisi pendalilan :
- Hadits Pertama; terdapat kalimat pengkhususan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam hal waktu, yaitu perkataan “sekarang” (الآن), yaitu mayat orang-orang kafir mendengar saat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam berbicara. Konsekuensinya, maka mereka tidak mendengar selain dari waktu yang disebutkan. Ini termasuk mukjizat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dan sebagaimana diketahui bahwa mukjizat itu tidaklah berlangsung terus-menerus.
Al-Imam Al-Qurthubi berkata dalam Tafsir-nya dengan menukil penjelasan Ibnu ‘Athiyyah :
أن قصة بدر خرق عادة لمحمد صلى الله عليه وسلم في أن رد الله إليهم إدراكا سمعوا به مقاله ولولا إخبار رسول الله صلى الله عليه وسلم بسماعهم لحملنا نداءه إياهم على معنى التوبيخ لمن بقي من الكفرة، وعلى معنى شفاء صدور المؤمنين.
“Bahwasannya kisah Badr merupakan kejadian luar biasa (mukjizat) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallaahu’alaihi wa sallam dimana Allah mengembalikan pendengaran kepada kaum kafir yang mereka dapat mendengar darinya perkataan-perkataan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Seandainya Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkhabarkan bahwa mereka mendengar, maka kita akan memahami bahwa seruan beliau tersebut sebagai penghinaan bagi orang-orang yang tetap berada dalam kekafiran dan mengandung makna pengobatan bagi orang-orang mukmin” [Tafsir Al-Qurthubi, 16/205].
Pernyataan sejenis juga dikemukakan oleh Al-Alusi dalam Ruuhul-Ma’ani.
- Hadits Kedua; Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari keyakinan ‘Umar dan para shahabat lain bahwa orang yang telah mati tidak bisa mendengar. Sebagian shahabat menunjukkan secara isyarat, sebagian yang lain secara terang-terangan. Isyarat tersebut nampak pada pertanyaan mereka : [ما تكلم من أجساد لا أرواح لها] “Mengapa engkau berbicara pada jasad yang sudah tidak memiliki ruh/nyawa ?”. Tentu pertanyaan ini didasari oleh pengetahuan mereka sebelumnya bahwa orang mati tidak bisa mendengar. Pengetahuan ini tentu didapatkan dari keterangan beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ketidakadaan pengingkaran beliau tersebut tercermin dari jawaban : [ما أنتم بأسمع لما أقول منهم] “Tidaklah kalian lebih mendengar tentang apa yang aku katakan dari mereka”. Ini merupakan penjelasan kata “sekarang” [الآن] sebagaimana yang terdapat pada hadits pertama. Kesimpulannya, sifat mendengar ini hanyalah terjadi pada waktu itu saja.
Al-Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad-nya :
عن أنس : ... فسمع عمر صوته فقال يا رسول الله أتناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون يقول الله عز وجل { إنك لا تسمع الموتى } فقال والذي نفسي بيده ما أنتم بأسمع منهم ولكنهم لا يستطيعون أن يجيبوا
فسمع عمر صوته فقال يا رسول الله أتناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون يقول الله عز وجل { إنك لا تسمع الموتى } فقال والذي نفسي بيده ما أنتم بأسمع منهم ولكنهم لا يستطيعون أن يجيبوا
Dari Anas : ….‘Umar mendengar suara beliau, kemudian berkata : “Wahai Rasulullah, apakah engkau menyeru mereka setelah (mati) tiga hari ? Apakah mereka mendengar ? Bukankah Allah telah berfirman : “Sesungguhnya engkau tidak dapat menjadikan orang mati mampu mendengar ?”. Maka beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah kalian lebih mendengar daripada mereka terhadap apa yang aku katakan. Akan tetapi mereka tidak mampu untuk menjawab” [HR. Ahmad 3/287 no. 14096; shahih].
Apa yang diketahui ‘Umar sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berasal dari pemahaman ayat Al-Qur’an QS. An-Naml : 80. Dan itu hal yang terjadi pada ‘Aisyah ketika ia diberi khabar tentang peristiwa Badr (hadits pertama) yang kemudian ia ingkari khabar tersebut karena pengetahuannya akan QS. An-Naml : 80. ‘Aisyah bahkan menyanggah dengan perkataan :
إنما قال النبي صلى الله عليه وسلم إنهم الآن ليعلمون أن الذي كنت أقول لهم هو الحق
“Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam hanyalah bersabda : Sesungguhnya mereka sekarang mengetahui apa yang dulu aku katakan kepada mereka adalah benar”.
Padahal pemberi khabar menggunakan lafadh [يسمعون] “mendengar”. Ini menunjukkan bahwa pengetahuan ‘Aisyah, ‘Umar, dan para shahabat lain adalah orang yang telah mati tidak bisa mendengar. Dalam kasus ini, ‘Aisyah telah keliru. Jikalau ia menerima khabar yang sebenarnya (atau bahkan menyaksikan sebagaimana para shahabat ahlul-badr), niscaya pendapatnya adalah sama dengan para shahabat lain yang menetapkan peristiwa mendengarnya mayat-mayat kaum kafir di sumur Badr. Wallaahu a’lam.
4. Hadits shalawat
عن أوس بن أوس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إن من أفضل أيامكم يوم الجمعة فيه خلق آدم وفيه قبض وفيه النفخة وفيه الصعقة فأكثروا علي من الصلاة فيه فإن صلاتكم معروضة علي قال قالوا يا رسول الله وكيف تعرض صلاتنا عليك وقد أرمت يقولون بليت فقال إن الله عز وجل حرم على الأرض أجساد الأنبياء
Dari Aus bin Aus ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya hari kamu yang paling utama adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, dimatikan, dan hari ditiupkan ruh, serta hari terjadinya kiamat. Maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada hari itu, karena shalawatmu disampaikan kepadaku”. Mereka (para shahabat) bertanya : “Wahai Rasululah, bagaiman shalawat kami disampaikan kepadamu padahal engkau telah wafat ?”. Beliau pun menjawab : “Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi (untuk merusak) jasad para Nabi” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1047, Ibnu Majah no. 1636, Ibnu Khuzaimah no. 1733, dan yang lainnya; shahih].
عن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن لله ملائكة سياحين في الأرض يبلغوني عن أمتي السلام
Dari ‘Abdullah ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya Allah mempunyai malaikat-malaikat yang bertugas menjelajah di muka bumi untuk menyampaikan salam yang diucapkan oleh umatku” [Diriwayatkan oleh Ahmad 1/441, An-Nasa’i 3/43, Abu Ya’la no. 5213, dan yang lainnya; shahih].
Sisi pendalilan :
Jika mayit bisa mendengar, tentu mayit Rasululah shallallaahu ‘alaihi wa sallam lebih dimungkinkan untuk mendengar. Mayit beliau lebih mulia dari siapapun, termasuk mayit para nabi dan rasul yang lain. Seandainya mayit beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bisa mendengar, tentu beliau mendengar salam yang diucapkan umatnya (saat berziarah). Pada hadits pertama menggunakan lafadh “disampaikan” (ma’ruudlatun) yang maknanya bahwa beliau tidaklah mendengar secara langsung shalawat yang diucapkan umatnya untuk beliau. Namun shalawat tersebut sampai melalui perantaraan malaikat sebagaimana disebutkan secara jelas dalam hadits kedua.
Peringatan :
Ada hadits yang digunakan untuk menyatakan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mendengar dari dalam kuburnya :
من صلى علي عند قبري سمعته ، ومن صلى علي نائيا وكل بها ملك يبلغني......
“Barangsiapa yang bershalawat kepadaku dari sisi kuburku maka aku mendengarnya dan barangsiapa bershalawat dari jauh maka semuanya itu akan disampaikan malaikat kepadaku”.
Ini adalah hadits palsu sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul-Islam dalam Majmu’ Al-Fataawaa 27/241 dan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Adl-Dla’iifah 1/366-369 no. 203.
Beberapa dalil di atas menunjukkan keumuman orang mati tidak dapat mendengar. Ia hanya bisa mendengar pada saat-saat khusus saja (takhshiish) seperti hadits sumur Badr, dan juga hadits sandal sebagai berikut :
عن أنس رضي الله عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : (العبد إذا وضع في قبره وتولي وذهب أصحابه، حتى إنه ليسمع قرع نعالهم، أتاه ملكان....)
Dari Anas radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda : “Seorang hamba (yang mati) baru saja diletakkan dikuburnya dan ditinggalkan oleh keluarganya, hingga ia ia mendengar langkah kaki sandal mereka (yang sedang beranjak pulang), yang kemudian dua orang malaikat mendatanginya…” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 1338, Muslim no. 2870, Abu Dawud no. 3231, dan yang lainnya].
Kesemuanya itu (berikut hadits-hadits yang semisal) merupakan bentuk takhshiish ‘alal-‘aam – sebagaimana ma’ruf diketahui dalam ilmu ushul. Sekaligus satu bentuk pemahaman yang komprehensif terhadap beberapa nash yang kelihatannya saling bertentangan. Inilah pendapat jumhur ulama. Wallaaahu a’lam.
Semoga ada manfaatnya.
Tulis wae neng google " mayit mengetahui orang-orang yang menziarahinya " nek wis kethok mbok woco yoooooooooooo
BalasHapuswes eneng bantahane....wacanen. ketok nek kowe ora moco
HapusUlama besarnya juga di bantah jenenge wong ora ngenah
BalasHapusulama mahdzab yang 4 sepakat bahwa orang tua Rasul dihukumi kafir sebagaimana bunyi hadits sahih. dan ini bukan berarti penghinaan, menyakiti, atau tidak suka terhadap keluarga Nabi, tidak demi Alloh.... menghukumi seperti itu semata-mata membenarkan apa yang dikatakan Rasululloh yang mulia melalui hadits-haditsnya....dan ini makruf diketahui oleh umat islam semenjak dulu....
BalasHapussorry aku salah bab.....yang kutulis diatas bab tentang kafirnya ortu Nabi
Hapus