Tidak syak lagi bahwa shalat Tarawih dengan berjama'ah adalah sangat
dianjurkan berdasarkan pada:
A. TAQRIR Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana riwayat
Tsa'labah bin Abi Malik, ia berkata:
" Telah keluar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, suatu
malam di bulan Ramadhan, maka beliau melihat orang-orang shalat di tepi masjid,
sabdanya: Apa yang mereka lakukan? Salah seorang berkata : Ya Rasulullah! Mereka
itu adalah orang-orang yang tidak dapat membaca Al-Qur'an dan Ubai bin Ka'ab
membacakannya, dan mereka shalat berjama'ah dengannya. Maka sabdanya: "Mereka
telah mengerjakan yang baik" atau "telah benar mereka".
Dan beliau tidak menampakkan kebencian terhadap mereka tersebut".
[Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam sunannya II : 495 ia berkata Hadits ini MURSAL
HASAN.]
Penjelasan :
Hadits ini telah diriwayatkan dengan MAUSHUL (sanad yang bersambung) melalui
jalan lain dari Abu
Hurairah dalam kitab Al-Mutabaat was Syawahid,
sanadnya LA BA'SA BIHI (cukup).
Dikeluarkan oleh Ibnu Nashr dalam Qiyamul-Lail, hal.90 Abu Dawud I : 217 dan
Baihaqi.
B. FI'IL (Perbuatan) beliau sendiri. Tentang ini terdapat beberapa hadits.
Pertama dari Nu'man bin Basyir ia berkata :
"Kami pernah shalat (malam) bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam pada malam ke 23 di bulan Ramadhan hingga sepertiga malam yang
pertama, kemudian kami shalat lagi bersamanya pada malam ke 25 hingga
pertengahan malam, kemudian beliau mengimami kami pada malam ke 27 hingga kami
mengira, kami tidak akan mendapatkan waktu falaah. Ia berkata: Kami
menyebut sahur dengan sebutan falaah". [Diriwayatkan oleh
Ibnu 'Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf II : 90/2, Ibnu Nashr halaman 89,
Nasaa'i I : 238, Ahmad IV : 272, Faryabi dalam Kitab Shiam I/73 - II/72.
Sanadnya SHAHIH dan dishahkan oleh Hakim]
Hakim berkata: Hadits ini merupakan dalil yang terang bahwa Shalat Tarawih di
masjid-masjid kaum Muslimin adalah SUNNAH (dianjurkan), dan adalah Ali bin Abi
Thalib menganjurkan Umar bin Khattab radyillahu 'anhum untuk melestarikan
sunnah ini. Al-Mustadrak I : 440.
Kedua dari Anas ia berkata :
"Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, shalat di bulan
Ramadhan, kemudian aku datang dan aku berdiri di sampingnya, kemudian datang
yang lain, kemudian yang lain lagi, sehingga waktu itu kami menjadi kelompok
(berjumlah lebih kurang 10 orang). Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam merasa bahwasanya kami berada di belakangnya, beliau meringkas
shalatnya, kemudian masuk rumahnya. Ketika beliau masuk rumahnya, beliau
mengerjakan shalat yang tidak dikerjakannya bersama kami. Ketika kami masuk
waktu pagi, kami bertanya : Ya Rasulullah ! Apakah engkau tidak mengetahui kami
tadi malam?. Beliau menjawab: "Ya, justru itulah yang mendorongku untuk
melakukan apa yang aku perbuat".
[Diriwayatkan oleh Ahmad III : 199, 212 dan 291, juga Ibnu Nashr halaman 89, keduanya dengan sanad yang SHAHIH. Demikian juga Thabrani meriwayatkan hadits ini dalam Al-Aushath dan Al-Jam'u III : 173]
[Diriwayatkan oleh Ahmad III : 199, 212 dan 291, juga Ibnu Nashr halaman 89, keduanya dengan sanad yang SHAHIH. Demikian juga Thabrani meriwayatkan hadits ini dalam Al-Aushath dan Al-Jam'u III : 173]
Ketiga dari 'Aisyah ia berkata :
" Pernah orang-orang shalat (malam) di masjid Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, pada bulan Ramadhan dengan sendiri-sendiri, orang-orang
itu mempunyai sedikit hafalan Al-Qur'an, lalu ada kurang lebih lima atau enam
orang, atau lebih sedikit atau lebih banyak dari jumlah itu yang mengikuti
shalatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. ('Aisyah berkata) :
Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, menyuruh aku
mendirikan tikar di pintu kamarku, lalu aku kerjakan. Kemudian Ia keluar ke
pintu sesudah shalat Isya' yang terakhir. Ia ('Aisyah) berkata : Lalu
orang-orang yang di masjid mengerumuni beliau, lalu Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, shalat bersama mereka, shalat malam yang panjang,
kemudian beliau berpaling dan masuk (ke rumah), beliau tinggalkan tikar itu
sebagaimana adanya. Ketika pagi hari orang-orang memperbincangkan shalatnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersama mereka yang di masjid
pada malam itu. (Akibatnya) orang-orang berkumpul lebih banyak lagi sehingga
masjid menjadi penuh sesak. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
keluar pada malam yang kedua, maka orang-orang shalat mengikuti shalatnya. Pada
pagi harinya orang-orang menceritakan kejadian itu, sehingga bertambah banyaklah
pengunjung di malam yang ke tiga, pada malam itu beliau keluar dan orang-orang
shalat mengikuti shalatnya. (Akhirnya) pada hari keempat masjid tidak mampu lagi
menampung pengunjungnya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
shalat Isya' bersama mereka, kemudian beliau masuk rumahnya dan orang-orang
memastikan hal itu. 'Aisyah melanjutkan: Beliau bertanya kepadaku: "Bagaimana
orang-orang bisa menjadi seperti itu ya 'Aisyah?" Aku menjawab: Ya
Rasulullah! Orang-orang mendengar tentang shalatmu bersama mereka yang di masjid
tadi malam, oleh karena itu mereka berkumpul agar engkau mau shalat bersama
mereka. Beliau berkata : "Gulunglah tikarmu ini ya 'Aisyah",
lalu aku kerjakan. Malam itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidur
dengan tidak lengah, sedangkan orang-orang mengetahui tempatnya, kemudian
masuklah beberapa orang dari mereka sambil berkata : "As-Shalat !"
hingga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar untuk shalat
Shubuh. Setelah selesai shalat Fajar (Shubuh), beliau menghadap ke orang banyak, kemudian
bertasyahhud dan berkata : "Amma ba'du ! Wahai orang-orang, demi Allah
dan Alhamdulillah tadi malam aku tidur pulas, tidak tersembunyi bagiku
tempat-tempat kamu, tetapi aku khawatir akan dijadikan kewajiban buat kamu
sekalian." Pada riwayat lain : "Tetapi aku takut diwajibkan
atas kamu shalat malam (itu), dan kamu tidak sanggup mengerjakannya ......"
Pada riwayat lain Zuhri menambahkan : Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam wafat sedangkan orang-orang dalam keadaan seperti itu, demikian juga
pada masa khalifah Abu Bakar dan permulaan kekhalifahan Umar (Hadits Shahih
Riwayat Bukhari, Muslim, Abu Dawud Nasa'i, Ahmad dan Faryabi serta Ibnu Nashr).
Lafadz "wal amru 'ala dzalika" = keadaan orang-orang seperti itu
mempunyai dua pengertian yaitu : a) meninggalkan jama'ah dalam Tarawih, b)
Shalat sendiri-sendiri (mengadakan jama'ah masing-masing). Penulis lebih
cenderung pada pengertian yang (b).
Penjelasan :
Perbuatan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berjama'ah selama tiga
malam bersama mereka, merupakan petunjuk jelas bahwa shalat Tarawih itu
sebaiknya dikerjakan dengan berjama'ah. Adapun sikap Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam tidak hadir bersama mereka pada malam ke empat, tidak dapat
diartikan bahwa anjuran itu sudah dihapuskan, karena ketika itu beliau
menyebutkan illat-nya yaitu "aku takut/ khawatir akan diwajibkan
atas kamu".
Tetapi dengan wafatnya beliau, maka hilang pula kekhawatiran tersebut (karena
tidak ada lagi perubahan hukum syariat sesudah beliau), berarti kita kembali
kepada hukum yang terdahulu yaitu anjuran berjama'ah, oleh karena itu Umar radyillahu
'anhu berusaha menghidupkan kembali tuntunan tersebut sebagaimana
disebutkan di atas. Demikian pula sikap yang diambil oleh Jumhur Ulama'.
Keempat, Hudzaifah bin Yaman menceritakan :
"Telah bangun Rasululullah shallallahu 'alaihi wa sallam di suatu
malam pada bulan Ramadhan di kamarnya yang terbuat dari pelepah korma, kemudian
ia menuangkan setimba air (berwudhu'), kemudian mengucap (setelah bertakbiratul
ihram) "Allahu Akbar Allahu
Akbar" tiga kali, "Dzal Malakut wal Jabarut wal Kibriyaa' wal
'Azhmah" (yakni doa iftitah), kemudian (setelah membaca surat
al-Fatihah) beliau membaca surah Al-Baqarah. Ia (Hudzaifah)
berkata selanjutnya : Kemudian beliau ruku', dan adalah (lama) ruku'nya seperti
(lama) berdirinya, dan dalam rukunya beliau mengucap "subhana rabbiyal
azhim, subhana rabbiyal azhim", kemudian mengangkat kepalanya dari
ruku', lalu berdiri (i'tidal) sebagaimana (lama) ruku'nya dan mengucap : "Li Rabbiyal
Hamdu". Kemudian beliau sujud, dan adalah sujudnya selama berdirinya.
Beliau mengucap dalam sujudnya : "Subhana Rabbiyal A'laa",
kemudian mengangkat kepalanya dari sujud, kemudian duduk, pada duduk antara dua
sujud beliau mengucap "Rabbigh Firli", lama duduknya
sebagaimana sujudnya, kemudian sujud dan berkata : "Subhana Rabbiyal
A'laa". Maka beliau shalat empat raka'at dan membaca padanya surah
Al-Baqarah dan Ali 'Imran dan An-Nisaa' dan Al-Maidah serta Al-An'am sehingga
datang Bilal untuk adzan buat shalat (Fajar)".
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah II : 90/2 dan Ibnu Nashr pada
halaman 80 - 90. Nasa'i dalam sunannya I : 246, Ahmad V : 400 melalui Thalhah
bin Yazid Al-Anshari dari Hudzaifah, riwayat-riwayatnya ini saling menambah
antara satu dengan yang lain. Juga oleh Imam Tirmidzi I : 303 serta Ibnu Majah
dalam I : 290 dan Hakim I : 271 tentang ucapan duduk antara dua sujud. Hakim
juga mengesahkannya dan Dzahabi menyetujuinya, orang-orangnya kepercayaan,
tetapi Nasa'i menganggap ini Mursal dengan menyebut illatnya bahwa Thalhah bin
Yazid tidak aku ketahui mendengar (hadits ini) dari Hudzaifah.
Menurut pedapat saya, sanad hadits ini telah disambung oleh 'Amr bin Marrah
dari Abi Hamzah yang dia itu adalah Thalhah bin Yazid, ia mendengar dari seorang
laki-laki dari Absi, Syu'bah memandang bahwasanya ia adalah Shillah bin Zufar
dari Hudzaibah. Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Dawud I : 139-140, Nasa'i I :
172, Thahawi dalam "Al-Musykil" I : 308, Thayalisi I : 115 serta
Baihaqi II : 121-122, juga Ahmad V : 398 dan Baghawi pada hadits Ali bin Ja'di I
: 4/1 dari Syu'bah dari 'Amr, sanadnya shahih. Muslim meriwayatkan II : 186
melalui jalan Al-Mustaurad bin Ahnaf dari Shillah bin Zufar yang semakna dengan
ini disertai tambahan, pengurangan dan beberapa perubahan kecil.
C. Keterangan-keterangan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (qaul)
tentang keutamaan Tarawih dengan berjama'ah.
"Abu Dzar radhiyallahu 'anhum berkata : Kami pernah berpuasa
bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi beliau tidak
shalat bersama kami, sehingga tinggal tujuh hari dari bulan (Ramadhan), lalu ia
shalat (malam) bersama kami hingga larut sepertiga malam, kemudian di hari
keenam ia tidak shalat bersama kami lagi, dan ia shalat bersama kami pada malam
kelima, hingga larut pertengahan malam, lalu kami bertanya : Ya Rasulullah !
Alangkah baiknya kalau seandainya engkau kerjakan sunnah itu dengan kami dalam
sisa malam kami ini. Maka jawabnya : "Sesungguhnya barangsiapa yang
shalat (malam) bersama imam hingga selesai, akan ditetapkan baginya (seperti)
shalat semalam (suntuk)". Kemudian setelah itu ia tidak lagi shalat
bersama kami hingga tinggal tiga hari dari bulan itu, kemudian ia shalat lagi
bersama kami pada malam ketiganya, dan ia ajak keluarga dan istrinya, lalu ia
shalat bersama kami, hingga kami khawatir (kehilangan) al-falaah. Aku
bertanya: "Apakah Al-Falaah itu?" Jawabnya: "Yaitu Sahur".
Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah II : 90/2, Abu Dawud I : 217,
Tirmidzi II : 72-73, disahkan oleh Nasa'i I : 238 dan Ibnu Majah I : 397 dan
Thahawi dalam Syarhul Ma'aanil Atsar I : 206, dan Ibnu Nashr hal 89,
Faryabi I : 71 dan II : 72, serta Baihaqi II : 494. Semua sanad mereka SHAHIH.
Mendukung hadits ini adalah riwayat Abu Dawud dalam kitab Al-Masaail hal
62, ia berkata.
"Saya mendengar Ahmad ditanya : Mana yang lebih engkau sukai, orang yang
shalat di bulan Ramadhan bersama orang banyak atau sendirian ; Ia menjawab :
Orang yang shalat bersama orang banyak ; aku juga mendengar ia berkata : Aku
menyukai orang-orang yang shalat bersama imam dan witir bersamanya. Nabi shallallhu
'alaihi wa sallam bersabda : "Sesungguhnya seorang laki-laki apabila
ia shalat bersama imam, akan ditetapkan baginya (pahala) di sisi malamnya".
Yang seperti ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Nashr, halaman 91 dari Ahmad,
kemudian Abu Dawud berkata : "Ahmad ditanya dan aku mendengar : bagaimana
tentang mengakhirkan pelaksanaan shalat Tarawih hingga akhir malam ? Ia menjawab
: "Tidak ada sunnah kaum Muslimin yang lebih baik dan lebih aku sukai dari
pada itu".
Pengertian berjama'ah pada waktu awwal untuk shalat Tarawih lebih afdhal
baginya daripada shalat sendirian, walau mengakhirkannya hingga akhir malam.
Jadi walaupun menta'khir shalat Tarawih itu mempunyai keutamaan sendiri, tapi
melakukan dengan jama'ah adalah lebih utama dengan dasar bahwa Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam melakukannya beberapa malam bersama para shahabat,
sebagaimana yang diceritakan pada riwayat 'Aisyah terdahulu, dan demikian pula
yang dilakukan kaum Muslimin mulai kekhalifahan Umar radhiyallahu 'anhum
hingga sekarang.
Dikutip dari buku: Kelemahan Hadits Tarawih 20
Raka'at;
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah; Penterjemah :
Luthfie Abdullah Ismail. Sumber: www.assunnah.or.id
sumber: http://www.freewebs.com/ramadhaan/tarawih.htm
sumber: http://www.freewebs.com/ramadhaan/tarawih.htm
Lha neng Makkah kok 23 raka'at
BalasHapusgak ada perintah dan gak ada larangan mengenai jumlah rakaat shalat tarawih.....hadits 'aisyah mengenai shalat nabi yang 11 rakaat itu sifatnya hadits berita, disana tidak mengandung perintah harus sholat tarawih sekian atau sekian rakaat....tetapi kalau niatnya ittiba' nabi shalat 11 rakaat itu lebih utama, adapun kalau mau menambah jumlah rakaat maka tidak ada larangan.....
Hapus